# MODEL-MODEL KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA (DODD, BENNETT) #gita amelia#3C
<( بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم )>
...اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Nama : Gita Amelia
Nim : 2101030101
Kelas : 3C Ilmu Komunikasi (FISIP)
Sebelumnya saya ingin berterimakasih kepada bapak dosen pengampu mata kuliah Komunikasi Antar Budaya yaitu bapak Faisal yang kami hormati, disini saya ingin menjabarkan sedikit tentang materi KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA yang telah saya ringkas dari berbagai sumber seperti jurnal, buku, maupun youtube. Semoga bisa diterima dengan baik dan menjadi bermanfaat bagi kita semua, Aamiin..
# MODEL-MODEL KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA (DODD, BENNETT) #
Model Dodd 1. Penciptaan Budaya Ketiga Dalam Komunikasi Antarbudaya Model Dodd menjelaskan bahwa ketika dua orang membangun komunikasi, masing-masing pihak seharusnya sudah mengetahui dan menerima perbedaan relasi antarpersonal berdasarkan kepribadian dan latar belakang kebudayaan (Perceived Cultural Differences). Artinya, model ini menjadikan persepsi sebagai bagian utama dari teorinya dengan asumsi dasar bahwa semua perbedaan budaya dan pribadi di mediasi melalui persepsi.
Terlihat bahwa Perceived Cultural Differences dapat menyebabkan situasi ketidakpastian dan kecemasan di antara dua pihak. Dari sini muncul reaksi perilaku yang dikemas dalam strategi fungsional atau disfungsional untuk mengatasi situasi. Hal yang dimaksudkan dengan strategi disfungsional itu mencakup stereotip, menarik diri (withdrawl), menolak, atau membangun permusuhan. Sementara itu, pada tingkat yang lebih fungsional, para peserta termotivasi untuk menemukan faktor adaptif atau cara yang lebih positif yang dapat dijadikan sebagai landasan bersama dalam membangun hubungan di antara mereka. Dodd menyebutnya sebagai membangun “budaya ketiga”.Pengaruh
Bahasa. Pengalaman, Serta Kemampuan Kognitif Terhadap
Pandangan
Dunia dalam Komunikasi Antarbudaya
Model komunikasi antarbudaya Dodd ini sangat mirip dengan model komunikasi
umumnya, namun dengan menggabungkan komponen budaya. Dodd (1977) menciptakan
representasi model yang menggambarkan bahwa ketika orang dari dua budaya yang
berbeda berkomunikasi. Ketika kondisi seorang dari budaya X menjadi mirip
dengan seorang dari budaya Y, interaksi berkurang. Sebaliknya jika kondisi
kedua orang itu sangat berbeda, interaksi lebih sulit. Kondisi ini dapat mencakup
bahasa yang digunakan, pengalaman, kemampuan kognitif, dan pandangan dunia.
Jumlah tumpang-tindih kedua lingkaran menunjukkan seberapa besar interaksi
lintas budaya dapat difasilitasi melalui kondisi bersama.
2. Model Proses Anteseden dan Konsekuen
Dodd (1977) menekankan bahwa komunikasi adalah suatu proses Bidang
tumpang-tindih dalam model “memang” tidak menggambarkan proses komunikasi
sehingga dia mengusulkan model anteseden-proses-konsekuensi untuk menjelaskan
proses komunikasi secara lebih menyeluruh.
MODEL PROSES ANTESENDEN DAN KONSEKUEN
Model ini juga
menggarisbawahi bagaimana dua pihak harus dapat memanfaatkan beberapa wawasan
antarbudaya, betapa pun sederhana, sebagai keterampilan untuk mendukung
tercapainya komunikasi yang diinginkan. Dodd mengatakan, keterampilan
berkomunikasi antarbudaya merupakan kunci untuk membangun budaya ketiga, dan
keterampilan itu diperoleh melalui pelatihan dan dialog yang terus menerus.
MODEL
KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA MENURUT BENNET
Model Bennett
Model ini sering dikenal sebagai Developmental Model of Intercultural
Sensitivity yang untuk pertama kali diperkenalkan oleh Milton Bennett
(1980). Menurut Bennett, model ini dapat menggambarkan kerangka kerja atau
cara-cara yang berbeda di mana orang dapat bereaksi terhadap perbedaan budaya. Bennett
mengatakan individu dapat
menjadi orang yang berkompeten dalam relasi antarbudaya hanya melalui proses
pengembangan. Tidak ada orang yang terlahir langsung memiliki kompetensi
antarbudaya. Demikian pula tidak seorang pun langsung memiliki kompetensi
antarbudaya hanya karena dia tinggal dalam lingkungan masyarakat multikultural.
Kata
Bennet lagi, semua orang dapat menjadi dan mempunyai kompetensi inter
culturally. Jika ia mau memiliki kompetensi antar budaya, ia harus memiliki
mindfulness. Untuk mengukur tingkat kompetensi relasi antar budaya tersebut,
Mitch Hammer rekan peneliti Bennet menciptakan skala penilaian sejenis
psikometri, yaitu inter cultural development inventory. Skala ini dipakai untuk
menilai tingkat kepekaan individu terhadap relasi antar budaya.
Model Bennett juga
mengemukakan bahwa setiap orang secara alami memulai pola pikir berbasis etnosentris.
Akibatnya, dia akan memandang dan menilai dunia orang lain melalui lensa budaya
dia sendiri. Namun ketika individu bertemu dengan orang orang lain atau
lantaran dipengaruhi oleh beragam faktor seperti media atau pergaulan. Sikap
etnosentris dia mulai berkurang. Menurut Bennet,
ada beberapa tahapan dalam pembentukan kepekaan budaya terhadap budaya sendiri
atau budaya orang lain, yaitu sebagai berikut:
1. Denial of
difference (Penyangkalan perbedaan)
Pada tahapan ini, individu mengalami budayanya sendiri sebagai satu-satunya
budaya yang nyata. Individu cenderung mencatat budaya lain sebagai budaya yang
berbeda, sekecil apa pun perbedaan itu sehingga dia tidak harus mengerti budaya
lain. Umumnya orang-orang dengan tipe etnosentris cenderung menolak budaya
lain. Reaksi mereka menjadi agresif ketika menerima perbedaan budaya lain.
Reaksi mereka menjadi agresif ketika menerima perbedaan budaya lain. Bahkan
mereka berusaha keras untuk menghindari atau menghilangkan budaya orang lain
dari lingkungannya. Meskipun mereka tampaknya
tidak menantang kehadiran budaya yang berbeda di tengah tengah mereka.
Mereka menghabiskan sebagian besar waktu untuk membuat isolasi fisik atau
sosial agar mereka tidak berhadapan dengan budaya orang lain.
2. Defense against
difference (Pertahanan terhadap
perbedaan)
Pada tahapan ini, setiap orang mempertahankan kebudayaan mereka terhadap
perbedaan. Mereka berasumsi bahwa satu-satunya budaya yang harus dikembangkan
adalah budaya sendiri. Inilah cara-cara terbaik untuk hidup. Posisi ini
ditandai dengan sikap dualistis akan muncul rasa “kami” lawan “mereka” dalam
pernyataan stereotip negatif secara terang terangan. Mereka secara terbuka
meremehkan budaya orang lain, merendahkan ras, jenis kelamin, atau indikator
lain. Mereka sangat terbuka
menyatakan ancaman terhadap perbedaan budaya sehingga mereka lebih mungkin
bertindak agresif terhadap perbedaan. Kebalikan dari sikap budaya
mempertahankan budaya sendiri adalah mengagungkan budaya orang lain artinya
terjadi proses devaluasi budaya sendiri. Lalu meromantisasi budaya orang lain
sebagai budaya yang superior.
3. Minimization of
difference (Meminimalkan
Perbedaan)
Pada tahapan ini seseorang mulai meminimalisasi pelbagai hal yang dianggap
berbeda, dan pengalaman dalam kebersamaan melebihi pengalaman perbedaan. Pada
umumnya, masyarakat menyadari ada perbedaan kecil-kecil antarbudaya, misalnya
perbedaan rasa makanan, minuman. Kebiasaan-kebiasaan kecil dalam percakapan,
dan lain-lain. Umumnya pada tahapan, orang mulai menekankan kesamaan
antarmanusia, seperti struktur fisik dan kebutuhan psikologis. Mereka berasumsi
bahwa inilah nilai-nilai universal yang dibutuhkan semua orang. Mereka yang
berada di posisi ini tidak lagi etnosentris. Mereka lebih cenderung
melebih-lebihkan toleransi antarbudaya.
Mereka juga mulai mengabaikan efek budaya seperti hak-hak istimewa dari budaya
mereka sendiri. Mereka mengadopsi sudut pandang lain dengan mendekati situasi antarbudaya
dengan jaminan kesadaran yang paling sederhana. Katanya hanya dengan
mengimplementasikan pola dasar interaksi manusia, kebersamaan akan cukup untuk
menjamin keberhasilan komunikasi.
Menurut Dodd, proses
komunikasi terdiri dari pengaruh variable anteseden berupa kondisi yang akan
menghasilkan konsekuensi kondisi tertentu. Dalam komunikasi antar budaya,
budaya mewakili kondisi anteseden. Sedangkan Menurut Bennet, individu dapat
menjadi orang yang berkompeten dalam relasi antar budaya hanya melalui proses
pengembangan. Tidak ada orang yang terlahir langsung memiliki kompetensi antar
budaya. Demikian pula, tidak seorang pun langsung memiliki kompetensi antar
budaya hanya karena dia tinggal dalam lingkungan masyarakat multikultural.
Komentar
Posting Komentar